berita kacanginka
– Kekerasan, eksploitasi anak, serta pelanggaran HAM diketahui kembali oleh beberapa mantan pemain dari Oriental Circus Indonesia (OCI).
Pakar hukum mantan pesulap OCI Muhammad Sholeh menyatakan bahwa proses pencarian keadilan bagi para korban sangatlah berat. Dia mencolokkan bahwa aspirasi mereka sering kali diabaikan semata-mata karena mereka merupakan anggota masyarakat yang kurang diperhatian.
“Tentunya kami tak memiliki kemampuan apa pun. Mereka ini sering kali hanya mengajukan pertanyaan saja dan sudah diabaikan jika seseorang menyebut Surabaya,” kata Sholeh saat berada dalam acara podcast Close TheDoor bersama Deddy Corbuzier, seperti dilansir pada hari Jumat (18/4).
Sholeh meminta agar negara segera campur tangan dalam penyelidikan kasus tersebut. Karena itu, hanya lembaga pemerintahan yang mampu menuntaskan pelanggaran hak asasi manusia.
“Maka apa yang kami minta kepada negara jangan sampai diabaikan. Negara perlu turun tangan untuk mengatasinya. Pelanggaran Hak Asasi Manusia umumnya dilakukan oleh aparat pemerintah. Namun dalam kasus kali ini, hal tersebut tidak berhubungan dengan negara. Kali ini adalah masalah swasta,” ujarnya.
Selain itu, menurut Sholeh, ada pula partisipasi anak-anak dan bayi di bawah umur tanpa diketahui latar belakangnya. Pihak berwenang perlu menyelidiki secara mendalam tentang siapa mereka ini.
“Seberapa keras hukumannya terhadap anak kecil, bahkan bayi-bayi tersebut. Hal ini tidak bisa disembunyikan. Kisah saat Deby yang merupakan anak Butet memiliki teman-teman sebaya yang dibawa dari mana saja,” ujarnya.
Di tempat yang lebih dalam, dia mengatakan bahwa ada dua individu yang bahkan tewas di area sirkus tersebut.
“Semua ini seharusnya terbuka. Ada yang bahkan meninggal dua orang di tempat itu. Dikubur dimana,” katanya.
Sebelumnya, Tony Sumampau selaku Perwakilan Pendiri dari Oriental Circus Indonesia (OCI) pada akhirnya membuka suaranya dengan jujur tentang tuduhan negatif yang mencemarkan nama OCI mengenai dugaan kekerasan, eksploitasi, dan bahkan perbudakan terhadap anak-anak di sirkus tersebut.
Dia menyangkal semua tudingan yang disampaikan oleh mantan pemain OCI. Ini mencakup pelanggaran seperti penyiksaaan, penyeteraman, dan juga kegagalan dalam memberikan upah kepada mereka.
Menurut dia, klaim mantan pegiat sirkus OCI hanya menciptakan kehebohan belaka. “Jika bicara soal arus listrik, bagaimana mungkin kita menyetrum dengan sesuatu? Ini pasti dibuat untuk membuat heboh,” katanya pada hari Kamis (17/4).
Namun demikian, Tony mengaku bahwa terdapat sanksi disiplin selama latihan jika para pemain melanggar aturan. Sanksi tersebut hanya berupa pemasukan dengan menggunakan rotan.
“Yang paling penting kaki harus tegap, ‘plek’ (dipukul) biar kaki menjadi tegap seperti itu. Jika tidak tegap malah bengkok-bengkok, gerakan ayunan akan jadi bengkok juga, biasanya begitu menggunakan rotan,” jelaskannya.
Menurut dia, cara ini dipandang sebagai sesuatu yang umum dalam latihan olahraga, khususnya untuk cabang akrobatik dan sejenisnya.
“Itulah yang umumnya terjadi saat melihat latihan-latrhan semacam itu, seperti akrobat atau renang indah misalnya, pasti kaki mereka akan lupa jika tidak diberitahu,” jelasnya.
“Kaki kita berputar dengan arah yang berbeda. Sehingga ketika kaki kita diputar, tubuh juga akan mengikuti perputaran tersebut, maka dari itu kaki sangatlah penting dan harus tetap lurus tanpa ada kelengkungan, karena bisa membahayakan,” lanjutnya.
Satu di antara pendiri Taman Safari Indonesia tersebut juga menyampaikan bahwa sejak pertama kali bergabung, seluruh anggota OCI ditangani layaknya bagian dari keluarga besar. Kebutuhan pokok seperti pakaian, makanan, serta hal-hal penting lainnya sudah terpenuhi dengan baik.
Menurut dia, walaupun para anak itu tidak mendapat upah, mereka masih menerima uang saku setiap minggunya untuk keperluan pribadi.
“Setiap Minggu juga mendapat kiriman. Memang mereka tidak dibayar, begitu adanya. Dulu kita pun tak pernah menerima upah, sama halnya. Masa masih menjadi anak-anak bisa dapat bayaran seperti itu? Namun, uang saku yang digunakan untuk berbelanja dan keperluan lainnya ini selalu tersedia. Mustahil jika tidak ada,” jelasnya.