Gaza Semakin Terjepit dengan Pencarian Ekspansi Israel yang Berlanjut


GAZA, berita kacanginka–

Kondisi peta jalur Gaza saat ini sangat berbeda setelah tentara Israel diketahui sudah menduduki sekitar 50% area yang dulunya menjadi tempat tinggal bagi 2,4 juta warga Palestina.

Tindakan ini menciptakan ketidaknyamanan bahwa Gaza mungkin akan berubah menjadi suatu daerah yang tidak pantas untuk ditinggali.

Menteri Pertahanan Israel, Benjamin Gantz, pada hari Rabu (16/4/2025), mengatakan bahwa tentara sudah membentuk daerah peredam (buffer zone) yang meliputi sekitar 30% dari area Gaza dan hal ini mendorong lebih dari seratus ribu penduduk Palestina harus meninggalkan rumah mereka.

Namun, menurut perhitungan
AFP,
Berdasarkan peta resmi militer Israel, area yang saat ini diambil alih oleh Israel meliputi lebih dari 185 kilometer persegi, atau sekitar 50 persen dari keseluruhan ukuran Gaza.

Di lapangan, tentara Israel mendirikan wilayah aman yang luas di sekitar batas antara Gaza-Israel dan juga Gaza-Mesir. Mereka juga menetapkan tiga jalur militer yakni Philadelphi, Morag, dan Netzarim, sehingga menciptakan pembagian area dalam kawasan Gaza tersebut.

“Sejumlah besar struktur sipil dalam area tersebut sudah diratakan dengan sengaja,” demikian disampaikan oleh laporan yang dikeluarkan oleh organisasi pengawas Israel, Breaking the Silence.

Agnes Levallois, seorang peneliti dari Foundation for Strategic Research, mengatakan bahwa Israel sepertinya dengan sengaja meninggalkan zona penyangga tersebut tanpa ada apa-apa di dalamnya.

“Israel berupaya membuat Gaza menjadi tempat yang tak lagi pantas untuk ditinggali,” ujarnya.

Dengan populasi mencapai 2,4 juta orang dalam area seluas 365 kilometer persegi, Gaza sudah lama dikenal sebagai salah satu daerah terpadat di planet ini, dan hal itu tidak berubah saat peristiwa 7 Oktober 2023.

Saat ini, lebih dari 80 persen fasilitas sipil sudah hancur atau rusak, dan nyaris semua penduduk di Gaza telah melarikan diri paling tidak satu kali.

Mayoritas dari mereka menetap di kemah-kemah, gedung sekolah yang difungsikan sebagai pengungsian, atau struktur-tempurung darurat lainnya.

“Israel saat ini menerapkan perintah pengosongan, yang pada dasarnya merupakan pemaksaan keluar,” ungkap juru bicara Komisi HAM PBB, Ravina Shamdasani.

“Warga dipaksa untuk pindah ke daerah yang semakin terbatas tanpa memiliki akses yang cukup ke fasilitas esensial,” tambahnya.

Beberapa pemimpin sayap kanan di Israel telah menyarankan agar penduduk Gaza dipindahkan dengan rela ke Yordania atau Mesir.

Ide tersebut mendapat dukungan dari Presiden AS Donald Trump, yang pernah menyebut gagasan menjadikan Gaza sebagai “Riviera Timur Tengah”.