Kontroversi terkait dugaan gelar kedokteran fiktif yang menimpa Presiden Indonesia ketujuh, Joko Widodo, masih berlanjut walaupun sudah dibantahkan oleh beberapa entitas seperti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Pusat, Universitas Gadjah Mada (UGM), dan juga dirinya sendiri, Jokowi.
Terakhir ini, anggota dari Grup Pendukung Masyarakat dan Aktivis (GEMA) telah mendemonstrasikan diri di depan kediaman Jokowi di Solo, Jawa Tengah. Tujuan mereka adalah menuntut klarifikasi tentang keabsahan ijazah yang dimilikinya.
Walaupun utusan TPUA diterima oleh Jokowi, mantan gubernur DKI Jakarta tersebut tetap enggan memperlihatkan ijazahnya.
Tim kuasa hukum Jokowi menyatakan bahwa mereka hanya akan menunjukkan dokumen tersebut apabila diwajibkan oleh undang-undang.
Pakar politik Devi Darmawan menyebut bahwa keaslian ijazah Jokowi sebenarnya bukanlah hal yang perlu diperdebatkan lagi, terlebih karena ia kini telah lama meninggalkan jabatan presiden.
Menurutnya, meskipun ijazah Jokowi dipalsukan pun, itu tidak akan mengurangi legitimasinya untuk terpilih menjadi presiden sebanyak dua kali masa jabatan.
Barisan tuntutan terhadap gelar kehormatan Presiden Jokowi
Tudingan mengenai ijazah palsu yang menimpa Presiden Indonesia ketujuh, Joko Widodo, telah muncul sejak tahun 2019 silam.
Umar Kholid Harahap mengungkapkan isu tersebut lewat akun Facebook-nya dan menyatakan bahwa Jokowi diduga menggunakan ijazah SMA buatan saat mendaftar menjadi capres.
Data yang diberikan kepolisian dan dianggap palsu tersebut menuduh bahwa Jokowi tidak merupakan alumni SMA Negeri 6 Solo sebagaimana informasi umum yang beredar.
Ijazah Jokowi dari jenjang SMA diragukan keasliannya sebab ia dinyatakan telah menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1980. Sementara itu, lembaga tersebut katanya didirikan pada tahun 1986.
Sebab diyakini telah mendistribusikan informasi palsu, kepolisian mengamankan Umar dan merujuknya sebagai pelaku utama. Walau demikian, ia tak disandera; cukup dengan kewajiban melaporkan diri secara berkala.
Tiga tahun kemudian, yakni di 2022, perdebatan serupa muncul lagi. Pada kesempatan kali ini, sang pengarang bukunya menjadi pusat kontroversi.
Jokowi Undercover,
Bambang Tri Mulyono telah mendakwa Jokowi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dia mengklaimkan bahwa Jokowi menggunakan ijazah palsu ketika mendaftar untuk pilpres tahun 2019.
Berkas gugatan bernomor 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst tersebut di daftar sebagai jenis kasus yang ilegal.
Walaupun persidangan sempat berlangsung, namun di tengah prosesnya, pengacaranya mengundurkan gugatan itu lantaran Bambang sudah ditetapkan sebagai tersangka pada perkara dugaan pidana pencemaran nama baik yang berkaitan dengan SARA.
Di tahun 2024, dugaan tentang ijazah palsu milik Jokowi muncul kembali setelah gugatan Eggi Sudjana diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Otto Hasibuan, pengacara Jokowi, menyatakan bahwa permohonan kasus bernomor 610/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst tersebut ditolak oleh majelis hakim.
Otto menyatakan bahwa keputusan itu secara bersamaan membantah semua tuduhan Eggi Sudjana tentang ijazah palsu yang dituduhkan kepada Presiden Jokowi dan mengklaim hal ini sebagai ketidakbenaran. Karena alasan itu, ia berharap tak akan ada lagi pihak yang mencurigai asli dari ijazah Presiden Joko Widodo.
Lebih jauh lagi, menurut pernyataannya, selama proses sidang tidak ada sejumlah pun bukti asli yang mendukung tuduhan tentang ijazah palsu tersebut.
Kini terdapat tuntutan baru dari seorang pengacara berasal dari Solo, yaitu Muhammad Taufiq. Dia telah mengajukan gugatan atas ijazah Jokowi kepada Pengadilan Negeri di Solo.
Dalam tuntutannya, Taufiq menuding empat entitas, yaitu Jokowi yang menjadi tersangka pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Solo sebagai tersangka kedua, Sekolah Menengah Atas Negri 6 di Solo sebagai tersangka ketiga, serta Universitas Gadjah Mada (UGM) berperan sebagai tersangka keempat.
Berdasarkan penelitiannya, dia meragukan bahwa Jokowi pernah menamatkan pendidikannya di SMA Negeri 6. Dia menyatakan hal ini karena sesuai dengan klaim yang disampaikan, ijazah Jokowi berasal dari SMPP atau Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan dan bukannya dari sekolah tersebut.
Berikut beberapa poin mencurigakan terkait skripsi dan ijazah Jokowi:
Meskipun sejumlah tuntutan hukum tersebut gagal, namun kehebohanannya tidak pernah benar-benar berakhir.
Mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar, berusaha menyelidiki beberapa ketidaksesuaian dalam dokumen kelulusan skripsi dan ijazah Jokowi yang terbit pada tahun 1985.
Di halaman tanda terima dan sampul skripsi, ia mengkritisi pemakaianannya.
font Times New Roman
yang dianggap tidak tersedia pada dekade 1980-an.
Dia juga meragukan ketiadaan salinan tanda terima dari dosen penilai Jokowi dan nama-nama dosennya yang melakukan ujian.
Klaim tunggal tersebut menyebabkan beberapa orang meragukan gelar lulusan Presiden Jokowi dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, Universitas Gadjah Mada menyampaikan keterangannya yang jelas.
Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, menyatakan bahwa pemanfaatan
font Times New Roman
Atau karakter yang sangat serupa pada cover skripsi dan ijazah di tahun tersebut telah banyak digunakan oleh para mahasiswa, khususnya untuk pencetakan cover serta halaman pengesahan di percetakan.
Lebih lanjut, dia menambahkan bahwa di area sekitar kampus UGM telah terdapat percetakan seperti Prima dan Sanur (yang sudah tutup), yang menyediakan layanan untuk mencetak sampul skripsi.
Mengenai masalah serian ijazah Jokowi yang dinyatakan tidak memakai klaster melainkan hanya berupa angka saja, Sigit menyampaikan jika sistem penomeran pada saat tersebut Fakultas Kehutanan punya aturan tersendiri dan belum adanya penyerasamaan dari pihak universitas.
Nomor yang dimaksud tidak hanya berlaku untuk ijazah Jokowi, tetapi juga bagi seluruh alumni Fakultas Kehutanan.
“Urutannya didasarkan pada nomor induk mahasiswa yang telah lulus dan diikuti oleh tambahan FKT, yaitu akronim untuk nama fakultas tersebut,” jelas Sigit sebagaimana dikutip dari website terkait.
ugm.ac.id
.
Akan tetapi, penjelasan dari UGM tampaknya tidak membungkam perdebatan tentang ijazah Jokowi.
Baru-baru ini, politisi Roy Suryo mengomentari tentang ketidakkonsistenan antara foto pada ijazah Jokowi yang beredar di media sosial.
Dia mengklaim bahwa orang di dalam foto tersebut adalah kerabat dekat Jokowi, yaitu Dumanto Budi Utomo, berdasarkan kacamata yang dipakai oleh individu dalam gambar dan ciri fisik seperti bentuk telinga serta bibirnya.
Menurut Roy, karakteristik tersebut sangat bertolak belakang dibandingkan dengan penampilan Jokowi baik di waktu mudanya ataupun saat ini yang tidak menggunakan kacamata.
Analisisnya juga menyoroti
watermark
Logo UGM berwarna kuning yang ada diijazah Jokowi mestinya sudah mengalami pemudaran sejalan dengan berlalunya waktu.
Pada Selasa (15/04), sejumlah besar individu yang meragukan keautentikan Ijazah Jokowi mengunjungi kantor Utama Universitas Gadjah Mada (UGM).
UGM kembali menyajikan bukti berupa rekaman catatan lengkap tentang masa studi mantan Presiden Jokowi di Fakultas Kehutanan, mulai dari awal perkuliahan hingga kelulusannya.
Wakil Rektor I dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Wening Udasmoro, menyatakan bahwa mereka mempunyai berbagai bukti, surat-surat, serta dokumen yang mendukung klaim kehadiran Jokowi di lingkungan kampus.
Satu di antaranya adalah nomor mahasiswa 80/34416/KT/1681 yang telah lulus pada tanggal 5 November 1985.
Terkait dengan ijazah asli Jokowi, menurut Dekan Fakultas Kehutanan UGM Sigit Sunarta, telah diserahkan kepada orang tersebut. UGM hanya menyimpan salinan photocopy-nya saja, sebagaimana diajarkan.
Apakah sertifikat pendidikan Jokowi masih perlu diperdebatkan saat ini?
Pakar politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Devi Darmawan, menyebut bahwa kontroversi terkait ijazah Presiden Joko Widodo sebenarnya sudah tidak perlu diperdebatkan lagi, terlebih karena dia kini bukan lagi pemimpin negara.
Menurutnya, meskipun ijazah Jokowi adalah palsu, hal itu tetap tidak akan mengurangi legitimasinya untuk dipilih menjadi presiden sebanyak dua kali berturut-turut.
Karena syarat untuk menjadi kandidat presiden menurut Undang-Undang Pemilihan Umum cukup besar, minimal mencakup sekitar 20 butir.
Terkait bidang pendidikan dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa minimal harus menyelesaikan tingkat SMA, MA, SMK, MAK, atau institusi sejenis lainnya.
“Ijazah tersebut merupakan salah satu ketentuan administratif. Di samping itu, terdapat berbagai macam persyaratan lainnya yang bahkan lebih sesuai seperti belum pernah dihukum penjarra, mempunyai semangat kebangsaan yang tidak merugikan Negara Kesatuan Republik Indonesia…” jelaskan Devi.
Lalu tak pernah melaksanakan tindakan yang buruk, dan bukan dalam kondisi diumumkan bangkrut menurut keputusan hakim.
Maka syarat ijazah tidaklah menjadi elemen tunggal yang penting.
Dengan demikian, keberhasilan Jokowi dalam memenangkan pemilihan dengan dukungan mayoritas penduduk membuat legitimasi dirinya menjadi tak tertandingi lagi.
Setelah legalitas Jokowi sebagai presiden diakui secara resmi, lanjut Devi, semua kebijakan yang diaambil selama masa jabatanannya pun menjadi sah.
Sebab setiap keputusan presiden, tentu saja ada kontribusi dari para menteri yang ada.
Maka bukanlah suatu keputusan tunggal, seperti Keppres tersebut diciptakan berkat dukungan seluruh menteri yang ada. Ini semua telah melalui kesepakatan bersama.
Oleh karena itu, untuk Devi, masalah tersebut sudah tidak relevan, tidak perlu diperdebatkan lagi, dan harus diakhiri.
Jokowi, menurut dia, dapat langsung mengakhiri perdebatan ini dengan lapang dada. Cara melakukannya adalah dengan memperlihatkan ijazah aslinya kepada masyarakat umum.
Karena itu, ia mengatakan bahwa gaya Jokowi yang sering kali “menarik dan melepaskan” saat merespons masalah tersebut seolah-olah mendorong pertumbuhan isu ini.
Setidaknya, ijazah SMA yang asli harus dipertunjukkan untuk mencegah masalah ini menjadi lebih bertahan lama.
Ijazah tersebut selanjutnya di-validasi oleh, bisa jadi, kantor pendidikan lokal dan menggambarkan bentuknya.
track record
Pendidikan yang dinikmati oleh Jokowi.
Berdasarkan bukti yang ditampilkan oleh Jokowi serta tim pengacaranya tentang keberadaan setidaknya ijasah sekolah menengah atas, dan apabila hal tersebut dapat dikonfirmasi, maka persoalan ini mestinya diselesaikan.
clear
.”
Meskipun lawan mungkin tetap tidakpercaya nantinya, kata Devi, hal tersebut sudah keluar dari kontrol mereka.
Dan bila serangan atau tudingan yang sama tetap muncul dan menganggu Jokowi, ia dapat merujuk pada proses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku.
Baik puas atau tidak, setidaknya telah dilakukan.
Namun, menurut pendapatku, mereka pun tak dapat seenaknya-seenaknya, karena adanya undang-undang. Apabila hal itu terus berlangsung, jelas bahwa Jokowi selaku figur politik dengan pengaruh besar mampu mengambil langkah hukum apabila namanya dicemarkan.
Meski demikian, Devi mencurigai bahwa perdebatan berkelanjutan mengenai ijasah Jokowi masih terkait dengan ketidaksukaan beberapa kelompok atas kepemimpinannya sebagai mantan tokoh PDI Perjuangan.
Kini, walaupun tidak lagi menjabat, pengaruhnya tetap signifikan dalam lingkaran pemerintah Prabowo Subianto. Hal ini tercermin dari berbagai kunjungan para menteri yang dipimpin Prabowo ke rumah Jokowi di Solo.
Tidak puasannya bermacam-macam, dan saat ini ekspresinya melalui cara-cara seperti mempertanyakan kepribadian Jokowi langsung atau melakukan serangan hukum. Hal tersebut dapat diamati dari munculnya tuduhan soal ijazah yang tidak sah.
Di masa mendatang, dia berharap masalahijazahini dapat menjadi pelajaran,khususnya saat menyelenggarakan pesta pemilihan umum.
Tim penyelenggara pemilihan harus mengonfirmasi dengan pasti bahwa semua dokumen resmi para kandidat adalah otentik dan telah diverifikasi.
Apa kata Jokowi?
Dalam sorotan kontroversi tersebut, Jokowi pernah memperlihatkan dokumen-dokumennya kepada jurnalis yang ada di kediamannya.
Sertifikat yang ditampilkan mencakup tingkat dasar, menengah pertama, menengah atas, sampai universitas di Universitas Gadjah Mada.
Peristiwa tersebut terjadi sebelum rombongan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) mendatangi tempat tinggalnya di hari Rabu, 16 April.
Namun sebelum menampilkan ijazohnya, Jokowi memohon kepada jurnalis untuk menyatukan telepon genggam serta kameranya. Selain itu, ia juga memberi peringatan supaya ijazahnya tidak diabadikan dalam bentuk foto.
Jokowi kemudian menunjukkan beberapa ijazah yang disimpan di dalam dua folder. Folder pertama berisi dokumen dari jenjang pendidikan dasar sampai sekolah menengah atas, sementara folder kedua merupakan ijazah dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pada masing-masing sertifikat, ada foto diri Jokowi yang cocok dengan tingkat pendidikannya.
Di sertifikat UGM terlihat gambar Jokowi memakai kacamata.
Saat seorang jurnalis bertanya tentang kacamata tersebut, Jokowi menjawab bahwa dahulunya penglihatannya kurang baik. Setelah kacamatanya retak, dirinya tidak dapat menggantikannya karena harganya yang mahal.
Namun, Jokowi tampaknya tidak ingin memperlihatkan dokumen-dokumen tersebut saat menyambut wakil dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis.
“Katakanlah bahwa tak terdapat tanggung jawab bagi saya untuk memperlihatkannya kepada mereka,” demikian ungkap Jokowi sebagaimana dikutip oleh agen berita.
Antara
.
“Mereka tidak berhak meminta saya untuk menampilkan ijazah asli yang dimiliki,” lanjutnya selanjutnya.
Sekarang sebelumnya, para pengacara Jokowi mengatakan bahwa mereka tengah mempertimbangkan tindakan hukum terkait dengan penyebaran kabar bohong tentang ijazah tiruan itu.
Karena itu, mereka menyerukan kepada semua pihak agar dengan cepat mengakhiri narasi-narasi yang dianggap negatif tersebut.
Di samping itu, tim kuasa hukum Jokowi menyatakan bahwa mereka hanya akan menunjukkan ijazah tersebut apabila diwajibkan oleh pengadilan melalui proses hukum yang sah.
- ‘Terima Kasih Jokowi’ di media sosial sampai penawaran miliaran rupiah kepada media – ‘Manipulasi operasi’ atau sekadar ‘Cintaku pada Jokowi’?
- Jokowi dahulunya dan saat ini, diantara ‘harapan dan realitas’
- PDIP pecat Jokowi: Kariernya Joko Widodo sebagai ‘petugas partai’ – Mulai dari pencalonannya menjadi Wali Kota Solo hingga Presiden Indonesia
- Warisan Jokowi: Ironisnya Kemerosotan Demokrasi Di Tangan ‘Anak Reformasi’ Pada Saat Pembangunan Infrastruktur Dan Investasi Meningkat
- Wawancara khusus dengan Presiden Jokowi: “Fokus utama saya adalah ekonomi, tetapi itu bukan berarti saya tidak peduli tentang HAM dan lingkungan”
- Kisruh terkait perubahan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dinilai sebagai kesempatan bagi Prabowo untuk lepas dari pengaruh Jokowi — ‘Tidak boleh ada dua Matahari’
- Gaya Hidup Menantu dan Anak Presiden Jokowi Dikritik Netizen – Mengapa KPK Diminta Untuk Mengeksplorasi Kemungkinan Adanya Indikasi Gratifikasi?
- Proyek bendungan Joko Widodo di Nusa Tenggara Timur masih belum mampu ‘memajukan penduduk’ – Warga bersaing untuk mendapatkan air dari lobang, sedangkan para petani terlibar dalam perselisihan akibat pembagian yang tidak adil
- Apakah skema Golden Visa versi Presiden Jokowi efektif dalam menggaet investasi dari luar negeri ke Indonesia?
- Prabowo Subianto mendekatkan diri pada pemerintahan: Koalisinya yang besar Jokowi, apakah ini menandakan tanda buruk bagi demokrasi di Indonesia?
- Presiden Jokowi mengatakan polisi perlu melindungi kelompok LGBT sertaminoritas yang lain.
- Penduduk di Papua mengalami kelaparan dan menjadi pengungsi namun Presiden Joko Widodo tetap meresmikan program olahraga, pakar menyatakan ‘ Kunjungan tanpa makna’